Friday, April 17, 2015

Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma


Aduh ngomong-ngomong nih baru pertamakali saya nge-post tentang buku karya penulis Indonesia. Memang saya suka gaya-gayaan gitu, sok-sokan nge-review buku berbahasa Inggris pake Bahasa Inggris pula. Padahal kemampuan bahasa 'bule' juga belum seberapa. Tapi ngga apa-apalah yang penting saya ngga lupa, saya tidak unlove dengan sastra Indonesia. 

Kali ini saya nggak akan membahas atau kerennya nge-review atau istilah Bahasa Indonesianya meresensi buku ini ah. Malu. Saya ngga jago kalau disuruh komentar tentang buku yang filosofinya aja saya susah pahami, Jadi kali ini saya cuma mau chit chat aja tentang pengalaman saya membaca buku ini. Pas pertamakali saya lihat buku in bertengger di etalase toko buku lokal di kota saya, saya merasa buku ini telah manggil-manggil saya buat dibawa pulang. Halah. Tapi memang bener iya. Kemudian karena penasaran, saya baca deh sinopsis bukunya. 'Duh kok makin tertarik ya'. Tapi pas lihat harga, pupus sudah harapan. Nanti sajalah, nanti pasti kubeli kau kalau kocekku mencukupi.

Seperti janji saya kepada buku ini, saya akhirnya datang lagi setelah punya kocek yang cukup tuk kubeli buku ini dan membawanya pulang. Dramatis sekali pokoknya. Sebenarnya salah satu alasan aku mau membaca buku yang isinya bergelut dalam dunia perwayangan ini adalah kekaguman saya terhadap cerita wayang yang suka sedikit-sedikit Bapak selipkan dalam obrolan kami. Katanya Eyang Kakung jago masalah perwayangan, beliau hafal jalan ceritanya. Kemudian juga karena saya habis nonton wayang orang di Prambanan itu.... apalah saya lupa namanya pas study tour kelas sebelas. Jadilah saya sangat hepi setelah berhasil membawa pulang buku ini. 

Di dalam buku ini banyak terdapat hal-hal yang saya tidak mengerti maksudnya. Maklum, banyak unsur-unsur perwayangan yang tidak familiar dengan saya yang tumbuh besar di zaman millenium dimana budaya dianggap kuno dan ndak level. Untung ada Bapak yang bisa sedikit-sedikit ngasih tau saya beberapa hal tentang isi buku yang saya ngga tau apa itulah. Dalam buku ini Dewi Shinta tidak bersatu kembali dengan suaminya, Rama, karena Rama rupanya mencurigai bahwa Shinta telah mengkhianatinya. Waduh. Ceritanya berbeda dengan yang saya pernah dengar dan pernah saya lihat. Bahkan yang aslinya saja, saya masih bingung. Haduh. 

Tapi ya... walaupun saya tidak mengerti keseluruhan makna buku ini, saya tetap enjoy ketika membacanya. Saya belajar banyak dari buku ini. Saya belajar banyak dari toko Hanoman. Dalam buku ini Hanoman dijadikan tokoh yang sangat waduh apa ya susah untuk dijelaskan nih. Dia dijadikan tokoh yang sabar, bijak, dan menurut saya.... ikhlas. Sedangkan Rama, ia digambarkan sebagai suami yang tidak percaya kepada istrinya dan juga raja yang kejam. Pokoknya saya sedikit-sedikit bisa mengambil amanah yang disisipkan oleh penulis.

Huhu ya sudahlah daripada saya galau karena bingung sama isi buku ini saya pamit undur diri. Pesan saya satu, jangan malu, jangan ragu-ragu, jangan bimbang kalau kamu mau mengenal budaya Indonesia lebih baik lagi. Jangan baca bukunya orang 'bule' juga. Karena buku-buku karya penulis Indonesia juga acungan jempol dengan kesederhanaan dan topik yang dekat dengan kita. Siplah.

No comments:

Post a Comment